Oleh: Dr. Atabik Luthfi, MA
“Wahai orang-orang
yang beriman, telah diwajibkan atas kamu sekalian berpuasa sebagaimana (hal
itu) telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
(QS. Al-Baqarah: 183)
Satu
kemudahan yang Allah berikan bahwa susunan ayat-ayat tentang puasa berada dalam
satu surah secara berurutan, yaitu Surah Al-Baqarah ayat 183,184,185 dan 187.
Kecuali ayat 186 yang berbeda kandungan pembahasannya. Namun keterkaitannya
dengan puasa masih tetap kentara karena ayat ini mengisyaratkan kedekatan Allah
dengan hamba-Nya.untuk diajak berkomunikasi melalui media doa. “Dan jika hamba-Ku
bertanya kepadamu tentang Aku maka katakanlah Aku dekat. Aku memenuhi
permintaan orang yang meminta jika ia berdoa kepada-Ku. Maka hendaklah ia
memenuhi segala perintah-Ku dan beriman kepada-Ku agar senantiasa mendapat
petunjuk.” Dan bulan Ramadhan adalah bulan dimana seseorang memperbanyak
komunikasi dengan Allah. Karena doa seseorang yang berpuasa tidak akan ditolak
oleh Allah, apalagi saat ia berbuka seperti yang ditegaskan oleh Rasulullah,
“Doa orang yang berpuasa ketika ia berbuka tidak akan ditolak oleh Allah.” (HR.
Ibnu Majah). Betapa puasa Ramadhan harus mendapat perhatian serius dari kita
selaku orang-orang yang beriman dengan ayat ini.
Perintah puasa dimulai dengan
panggilan kehormatan kepada mereka yang masih mampu mempertahankan keimanannya.
Panggilan akrab ini sebagai satu isyarat bahwa hanya mereka yang benar-benar
beriman yang mampu melaksanakan puasa yang bisa mencapai target takwa. Karena
puasa sudah menjadi kebutuhan dan tradisi manusia sepanjang zaman, muslim
maupun non muslim. Jika puasa tidak bisa menghantarkan seseorang kepada derajat
takwa, maka puasa itu masih sebatas memenuhi hajah basyariyah (kebutuhan
manusiawi) seperti yang dilakukan oleh mereka yang berpuasa karena tuntutan
kesehatan atau sebagainya. Inilah rahasia Allah mengawali pembahasan puasa
dengan seruan yang ditujukan khusus (takhsish)
kepada orang-orang yang beriman. Dan disinilah inti perbedaan antara puasa
orang-orang yang beriman dengan puasa selain mereka.
Perintah yang ditujukan khusus
kepada orang-orang yang beriman, selain sebagai bentuk penghormatan dan
penghargaan Allah atas keimanan mereka, juga merupakan ujian atas keimanan.
Mampukah dengan menjalankan puasa di bulan Ramadhan keimanan mereka meningkat
mencapai derajat takwa. Panggilan takhsish ini mestinya bisa mengetuk
hati kecil mereka untuk terpanggil melaksanakan perintah-perintah Allah.
Ibnu Mas’ud radhiallau anhu mengemukakan satu kaidah tentang ayat-ayat yang
dimulai dengan seruan “Hai orang-orang yang beriman”. Beliau menyatakan, “Jika
kalian mendengar (atau membaca) firman Allah yang dimulai dengan ungkapan “hai
orang-orang yang beriman” maka perhatikanlah dengan seksama. Karena setelah
kalimat ini ada kebaikan yang dituntut dari kita untuk melakukannya atau
keburukan yang diminta dari kita untuk menjauhinya.” Betapa banyak kebaikan dan
manfaat yang bisa kita raih di bulan Ramadhan dengan keberkahannya.
Al-Qurtubi, ketika menafsirkan ayat
puasa di atas, mengaitkannya dengan hadits Rasulullah “Seluruh amal anak Adam
adalah untuk dirinya kecuali puasa, ia untuk-Ku dan Akulah yang akan
membalasnya.” (HR. Muslim). Beliau menyatakan bahwa puasa memang berbeda dengan
amal ibadah yang lain. Keistimewaan puasa antara lain bisa dilihat dari dua
hal: pertama, puasa menghalangi seseorang menikmati kesenangan biologis
(dalam waktu yang cukup lama) yang tidak dilarang dalam ibadah yang lain. Kedua,
ibadah puasa merupakan rahasia antara seorang hamba dengan Tuhannya. Hanya
Allah yang mengetahui rahasia nilai ibadah puasa, sedangkan ibadah-ibadah yang
lain sangat jelas dan bisa dilihat oleh orang lain.
“Sebagaimana (puasa) itu telah
diwajibkan atas umat-umat sebelum kamu agar kamu bertakwa.” Dalam sejarah,
puasa sudah dikenal oleh umat-umat terdahulu. Justru, puasa yang mereka lakukan
lebih berat dari yang kita lakukan sekarang ini. Puasa nabi Daud adalah sehari
puasa dan sehari berbuka. Puasa nadzarnya Maryam seperti yang diisyaratkan
dalam surah Maryam: 26 adalah dengan tambahan meninggalkan berbicara. Sebelum
turun ayat terakhir dari ayat puasa, tatacara puasa yang dilakukan oleh umat
Islam generasi awal cukup berat. Seseorang yang tertidur saat waktu berbuka
tiba hingga malam hari, harus meneruskan puasanya hingga waktu berbuka
berikutnya Dengan memahami keberatan puasa mereka dan keringanan tatacara puasa
kita seharusnya menjadi motivasi bagi kita untuk meningkatkan aspek amaliah
selain hanya berpuasa meninggalkan makan, minum dan hal-hal yang dilarang
lainnya di bulan Ramadhan.
Amaliah Ramadhan selain puasa inilah
justru yang bisa menghantarkan seseorang kepada derajat takwa. Ada beberapa interaksi yang bisa kita lakukan
sepanjang bulan ramadhan: Pertama, interaksi ta’abbudi dalam
bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas amal ibadah. Hampir seluruh amal
ibadah ada di bulan yang mulia ini, dari tilawah Al-Qur’an, qiyamul lail,
i’tikaf di sepuluh malam terakhir dan aktivitas ibadah mahdhah lainnya. Peningkatan bobot ibadah ini akan memacu
ketakwaan seseorang kepada Allah. Kedua, interaksi ilmiy dalam
bentuk peningkatan kuantitas pembacaan dan pemahaman terhadap sumber-sumber
ajaran Islam; tadabbur dan tafsir Al-Qur’an, membaca kitab-kitab hadits,
buku-buku pemikiran keislaman dan referensi ajaran Islam lainnya. Betapa waktu
Ramadhan lebih banyak peluang kita untuk berinteraksi dengan sumber-sumber
ajaran Islam. Ketiga, interaksi akhawi dalam bentuk peningkatan
dan pelebaran sayap ukhuwwah (persaudaraan) kita dengan sesama. Ramadhan sangat
efektif untuk membangun silaturahim dengan program ifthor jama’i, sahur
bersama, serta program zakat, infak dan shodaqah. Keempat, interaksi
da’awi dalam bentuk perluasan wilayah dan sasaran dakwah yang begitu
terbuka dengan kehadiran Ramadhan. Kesiapan dan keterbukaan hati seseorang di
bulan Ramadhan sangat mungkin untuk menerima taujihat rabbaniyah dan ta’limat
ilahiyyah melalui sarana dakwah.
Maka takwa dalam pandangan Hasan bin
Thalq seperti yang dinukil oleh Ibn Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-`Adzim bisa dilihat dari amaliah sehari-hari.
Beliau menyebutkan bahwa takwa adalah: hendaklah engkau (sebanyak mungkin)
melakukan amal-amal ketaatan dengan cahaya dari Allah dan semata-mata
mengharapkan pahala-Nya. Juga engkau mampu meninggalkan segala bentuk
kemaksiatan dengan petunjuk dari Allah karena takut akan adzab-Nya. Inilah saat
yang tepat untuk mengasah sensitivitas keimanan kita menuju pribadi yang
bertakwa dengan memperbanyak aktivitas amal ibadah dan amal sholeh di bulan
Ramadhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar