Sabtu, 05 Januari 2019

“Dengan Ilmu Metafisis, Saya Bisa Menyetir Sambil Tidur.”




Nama saya Drs.Basuki Abdur Rahman, SU. Saya lahir di Sragen, Solo Jawa Tengah, pada 21 Juni 1964. Pendidikan saya, SD dan SMP di Xaferius Katolik. Sementara SMA-nya saya masuk di SMAN I  Sragen. Selepas SMA saya melanjutkan kuliah di Universitas Gajah Mada Yogyakarta Fakultas MIPA  hingga tamat tahun 1989. Di tempat itu pula saya melanjutkan S2 Matematika, hingga tamat pada tahun 1996.

         Saya pernah terdaftar sebagai Dosen Mate­matika di 14 pergur­uan tinggi di Yogyakarta. Hing­ga akhirnya sekarang saya menjadi Dekan Fakultas MIPA Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Selama masa kuliah, saya menjadi salah satu aktifis Jamaah Shalahuddin UGM Yogya­karta.
Saya dilahirkan dalam lingkungan yang sangat jauh dari agama Islam. Bahkan keluarga saya, termasuk kedua orang tua saya tidak ada yang menjalankan shalat. Kehidupan mereka sarat dengan dunia klenik dan kemusyrikan, karena seti­ap ada masalah pasti larinya ke dukun, kemu­dian mempercayai nasehat dukun itu untuk ber­se­saji, mengadakan selamatan, kenduri dan sebagainya.
Saya sendiri ketika mau mengikuti ujian seko­lah, diajak oleh bapak saya pergi ke seorang dukun, sorang tua yang biasa disebut Mbah Fulan, di Sambirejo Sragen. Saya juga tidak tahu mau diapa­kan di sana, si Mbah itu itu bilang, “Kesini nak, saya bukakan pintu kecerdasanmu.”
Dari sejak kecil, saya terbiasa makan maka­nan yang haram, seperti makan daging babi, da­ging anjing, daging kucing dan sebagainya. Pernah ada seekor kucing yang suka makan anak ayam milik keluarga saya, maka setelah ketahuan oleh kakak-kakak saya, kucing itu segera diuber dan setelah ditangkap langsung disembe­lih dan dimakan rame-rame.
Saya mengenal shalat setelah saya kelas dua SMP. Padahal saya sekolah di SMP Xaferius Katolik. Saya tiba-tiba mendapatkan hidayah dari Allah, dengan ada keinginan untuk belajar shalat dari teman main saya Maryono yang masih duduk di kelas lima SD. Saya pun kemudian diajak belajar mengaji di langgar (surau) di kampung sebelah. Pada awalnya, saya minta dia untuk melakukan shalat di depan saya dan saya terus mengikutinya. Memang sejak saya melakukan shalat, banyak juga rintangan dari lingkungan keluarga yang tidak mengenal shalat, tetapi saya tetap melaku­kannya.
Meskipun saya sudah shalat, tetapi saya masih terbiasa makan daging anjing karena tidak tahu hukumnya, baru setelah saya ditegur oleh teman saya, kemudian saya tinggalkan.

Saya kelabuhi pasien dengan Energi baterai

Perdukunan penuh dengan kebohongan? Itulah pengalaman hidup yang dijalani Ipon, seorang dukun yang kini telah bertaubat. Dengan berbagai tri...